Gaslighter

7 Topik yang Paling Dihindari Gaslighter

7 Topik yang Paling Dihindari Gaslighter
7 Topik yang Paling Dihindari Gaslighter

JAKARTA - Dalam banyak hubungan, baik itu romantis, pertemanan, keluarga, maupun dunia kerja, komunikasi yang sehat seharusnya menjadi fondasi. Namun, ketika berhadapan dengan pelaku gaslighting, komunikasi justru menjadi senjata manipulasi. Gaslighting adalah bentuk manipulasi psikologis yang membuat korban meragukan realitas bahkan dirinya sendiri.

Pelaku atau gaslighter berusaha menjaga kendali dengan cara mengelak, memutarbalikkan fakta, atau menyalahkan pihak lain. Mereka tidak ingin kehilangan dominasi, sehingga memilih untuk menghindari sejumlah topik yang dianggap berbahaya bagi posisi mereka. Mengetahui topik-topik ini bisa membantu korban lebih waspada dan memahami pola manipulasi yang sedang terjadi.

Mengapa Gaslighter Takut Kehilangan Kendali?

Psikolog klinis Dr. Cynthia Edwards-Hawver, PsyD menegaskan bahwa gaslighter tingkat tinggi cenderung menghindari setiap percakapan yang bisa mengancam kontrol mereka. “Mengakui kesalahan berarti menyerahkan kendali, dan itu adalah ketakutan terbesar mereka,” jelasnya pada Kamis, 18 September 2025.

Artinya, bukan sekadar soal ego, melainkan strategi sistematis untuk mempertahankan dominasi dalam hubungan. Dengan menolak topik tertentu, mereka berusaha memastikan korban tetap bingung dan tidak memiliki pegangan terhadap realitas.

Tujuh Topik yang Paling Dihindari Gaslighter

-Kesalahan yang Pernah Mereka Lakukan
Gaslighter hampir tidak pernah mau membicarakan kesalahan mereka di masa lalu. Jika topik ini muncul, mereka akan mengalihkan, menyalahkan orang lain, atau menggunakan strategi DARVO (deny, attack, reverse victim, and offender). Dengan cara ini, korban justru dibuat merasa bersalah meskipun sebenarnya menjadi pihak yang dirugikan.

-Perasaan dan Pengalaman Korban
Mengungkapkan emosi adalah hal wajar dalam hubungan sehat. Namun, bagi gaslighter, perasaan korban adalah ancaman. “Jika mereka mengakui emosimu, itu memberi legitimasi pada perspektifmu,” jelas Dr. Carolina Estevez, PsyD. Karena itu, gaslighter cenderung meremehkan perasaan dengan label seperti “terlalu sensitif” atau “dramatis.”

-Permintaan Maaf yang Tulus
Kalimat “Maaf kamu merasa begitu” sering dipakai sebagai bentuk permintaan maaf palsu. Padahal, permintaan maaf sejati mencakup pengakuan kesalahan, penyesalan, dan perubahan perilaku. Edwards-Hawver menekankan, permintaan maaf tulus meruntuhkan ilusi superioritas gaslighter, sehingga mereka menghindari topik ini.

-Fakta yang Bertentangan dengan Narasi Mereka
Bukti nyata seperti pesan teks, rekaman suara, atau saksi mata dapat menggoyahkan konstruksi realitas yang dibangun gaslighter. Karena itu, mereka menolak diskusi yang melibatkan bukti objektif. “Konfrontasi dengan bukti akan membuat retakan dalam versi realitas yang mereka kontrol,” ujar Estevez.

-Obrolan Jujur tentang Hubungan
Dalam relasi sehat, penting untuk membahas dinamika hubungan. Namun, gaslighter enggan terlibat dalam percakapan mendalam ini. Mereka lebih memilih menuduh korban menciptakan drama atau langsung menghentikan pembicaraan untuk menghindari ketidakseimbangan relasi terbongkar.

-Batasan dan Batas Pribadi
Gaslighter tidak suka berbicara tentang batasan karena itu mempersempit ruang kendali mereka. Ketika korban menegaskan batas, respons yang muncul biasanya berupa komentar manipulatif seperti, “Kamu lebay banget” atau “Jadi aku yang salah sekarang?” Dengan begitu, mereka tetap berusaha meruntuhkan keyakinan korban atas haknya sendiri.

-Rencana Bersama Orang Lain
Gaslighter lebih nyaman beroperasi secara satu lawan satu. Situasi sosial yang melibatkan orang lain berpotensi membongkar manipulasi mereka. “Kehadiran orang dengan kecerdasan emosional tinggi bisa saja membenarkan realitas korban, dan itu menakutkan bagi gaslighter,” ungkap Edwards-Hawver.

Dampak Pola Hindari Topik

Strategi penghindaran ini membuat korban merasa kebingungan, lelah secara emosional, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Korban bisa terjebak dalam lingkaran pertanyaan diri: apakah yang dirasakan benar, atau hanya “berlebihan” seperti yang dikatakan gaslighter.

Dengan menguasai percakapan, gaslighter berhasil menciptakan realitas semu. Mereka menghindari segala hal yang bisa mengungkapkan kelemahan, sekaligus memastikan korban tetap berada di bawah kendali mereka.

Cara Menghadapi Gaslighting

Mengenali pola ini adalah langkah awal penting untuk merebut kembali kendali atas realitas diri. Estevez menegaskan, “Gaslighting hanya bisa bertahan ketika korban meragukan diri sendiri. Begitu kamu mengenali pola ini, kamu bisa mulai mengambil kembali kendali atas realitasmu.”

Strategi yang bisa dilakukan korban antara lain:

-Menyimpan bukti percakapan agar tidak mudah diputarbalikkan.

-Menetapkan batas yang jelas dalam komunikasi.

-Mencari dukungan sosial atau pihak ketiga yang netral.

-Berkonsultasi dengan profesional untuk memperkuat kesehatan mental.

Gaslighting bukan hanya soal manipulasi sesaat, tetapi sebuah pola berulang yang bisa merusak rasa percaya diri dan kesehatan mental korban. Dengan memahami topik apa saja yang cenderung dihindari gaslighter, setiap orang bisa lebih peka dalam mengenali tanda-tanda manipulasi.

Lebih jauh lagi, kesadaran ini memberi ruang bagi korban untuk membangun kembali kepercayaan diri, menetapkan batas, dan berani menuntut hubungan yang sehat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index